Semakin
meningkatnya pertambahan usia ku, semakin ku pelajari tentag sosok ayahku yang
menjadi idola untukku dan mungkin untuk ke dua saudariku. Ya, sejak dulu saya
selalu mengidolakannya. Dan bangga atas sosoknya. Ayah.
Orang-orang
disekitarku atau pun para rekanan ibu ku , akan berkata begini ‘ihh..
miripnya bapaknya’ itu kaliimat yng terlntar ketika mereka melihat saya.
Menurut mereka saya ini hasil fotocopy yang berubah jenis kelamin dari ayah
-_-“
Saya
tidak pernah mengiyakan ataupun tidak setuju, karena saya hanya akan tersenyum
ketika orang-orang berkata seperti itu. Kalimat-kalimat serupa itu lah yang
mendorong dan memotifasi saya untuk menjadi seperti ayah. Ingatan saya masih
sangat jelas tentang pertanyaan umum para orang tua yang ajukan kepada anak
kecil “nanti klo sudah besar mau jadi apa” seperti lirik lagu waktu saya masih
kanak-kanak ‘susan..susan.. klo gede’ mau
jadi apa? Kepingin pintar biaar jadi dokter’ (remember it?) tapi saya tidak
akan menjawab akan jadi dokter, melainkan “mau kaya’ ayah jadi insinyur”.
Sampai duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama pun sy masih menanamkan tekad
untuk jadi insinyur itu. Hingga tiba masa sekolah akhir yang mengubah secra
perlahan-lahan paradigm berpikir saya utk jadi insinyur dan juga semakin ku
temui kesulitan subject fisika yang membuatku menyerah.
seiring
berjalannya kehidupanku, ku temui diriku berada pada tahap pendewasaan diri.
Hidup bergaul, berkelompok, berorganisasi dan semcamnya. Dulu, kau dapat
mendapati diriku sebagai orang yang berprestasi, mendapat juara kelas. Aktif
ikut lomba pidato dan semacamnya. Itu begitu ku nikmati. Hanya saja terkadang
sy tidak sadar bahwa semakin lama, persaingan kehidupan semakin ketat. Dan baru
ku sadari ternyata saya ini adalah seorang yang begitu cepat down setelah
beberapa masalah berat dihadapkan olehku. Prestasi tak secemerlang dahulu,
mulai ogah dgn belajar. Tapi dgn itu semua sy mencoba beljar lebih baik lagi.
Pagi
tadi, ayah menasihatik ku dgn berbagai macam harapannya. Di tambah perbandingan
dgn sadariku, dan juga perbandingan pada zamannya. Saya hanya berkila sesekali
utk membela diriku. Untuk kesekian kalinya baru ku pahami, bahwa ternyata aku
dan ayah sangat berbeda. Orang-orang bilang, aku dan ayah itu sama. Secara
fisikli ataupun sikap. Entah itu penyabar, pendiam dsb (ini ngga narsisi kan?)
Aku
menyimpulkan bahwa ayah adalah orang yang cari tau dulu baru mencoba. Sedangkan
saya , melalui keduanya secara bersamaan. Sambil mencoba juga sambil belajar.
(bingung??? Baiklah sy kasi gambaran. Misalnya ada tangga kayu yang hendak di
naiki menuju ke puncak atap, maka ayah akan mencari tau dulu bagaimna cara
menaiki anak tangga itu sebelum menaikinya agar tidak terjatuh. Sedangkan yang
ada pada saya yaitu, saya akan langsung naik tanpa cari tau terlebih dahulu
baggaimna menaiki anak tangga tersebut makanya pada anak ttangga pertama saya
biasanya akan terjatuh, karena saya tidak tau apa-apa sebelumnya. Keseringan sy
jatuh pada awal-awal maka saya pun akan mahir hingga berada pada pertengahan
anak tangga menuju puncak atap. Meskipun itu membutuhkan waktu yang lebih lama
di banding prinsip kehidupan ayah. Jadi bersabarlah yah, saya akan samapai pada
puncak atap itu !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar